Ada Apa dengan Disleksia?

/
0 Comments
Disleksia adalah suatu kondisi yang menyebabkan anak sulit untuk membaca atau menulis. Disleksia juga merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80 persen penderita gangguan belajar pada anak usia sekolah adalah disleksia. Dan, uniknya angka kasus disleksia ini cenderung lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya gangguan yang dirasakan oleh anak-anak dengan disleksia tersebut. Apakah sulit mengingat huruf-huruf atau sulit membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya? Sebenarnya terdapat beberapa perbedaan yang dialami oleh anak-anak disleksia. Sebagian anak menyatakan ketika ia melihat tulisan, ia merasa tulisannya seperti pecah atau terputus. Ada pula yang merasa tulisannya seperti melayang-layang, terlihat kabur meskipun matanya tidak sakit, huruf-huruf yang terbalik, huruf-huruf dalam bentuk yang tidak sama besar, terlalu rapat, atau seperti bergelombang sehingga sulit untuk dibaca.





Disleksia sering juga disebut dengan 'word blindness'. Namun, sebenarnya tidak demikian. Anak-anak dengan disleksia dapat diajarkan untuk mengenal huruf-huruf dan angka. Banyak orang-orang sukses yang mengalami disleksia, contohnya saja Adam Levine, vokalis band ternama Maroon 5, atau penulis novel yang terkenal seperti Agatha Christie, bahkan seorang fisikawan yang teori-teorinya masih digunakan sampai sekarang ini, Albert Einstein.

Perlu diketahui bahwa kebanyakan anak-anak dengan disleksia memiliki IQ di atas rata-rata. Tapi, mungkin akan timbul pertanyaan lainnya, bagaimana bisa anak yang tidak dapat menghitung atau membaca bisa mendapatkan IQ yang tinggi? Dalam hal ini, otak dari anak yang mengalami disleksia tidak semuanya mengalami masalah atau dengan kata lain yang mengalami gangguan hanya pada area tertentu saja. Bisa jadi, yang terganggu hanya otak bagian sebelah kanan saja, yang menurut para ahli otak sebelah kanan berkaitan dengan kreativitas dan konseptualisasi. 

Terkadang orang tua pun sering salah mengartikan kondisi anak. Orang tua atau guru sering salah memahami bahwa si anak memiliki IQ yang rendah atau lamban dalam belajar. Padahal, kesulitan belajar bisa saja disebabkan oleh disleksia. Oleh karenanya, penting bagi orang tua untuk mengecek kemampuan anaknya sejak dini, termasuk pengecekan mata seperti membaca, tes buta warna, serta pengecekan pendengaran untuk memastikan tidak adanya gangguan seperti disleksia pada anak. 

Namun demikian, bukan berarti anak-anak dengan disleksia ini tidak dapat belajar atau akan selamanya menjadi 'buta huruf'. Mereka bisa belajar dan menjadi orang yang sukses tergantung dengan cara orang tua ataupun guru menanganinya. Anak-anak disleksia butuh cara belajar yang khusus. Mereka tetap bisa diajarkan huruf-huruf serta angka-angka. Mereka juga dapat diajarkan cara menuliskan kata demi kata, hingga mampu membuat kalimat sampai menyusun paragraf. Pada awal-awal belajar, mungkin anak dengan disleksia akan kesulitan membedakan b dengan d, atau m dengan n, dan lain sebagainya. Juga akan sulit membedakan kata papa atau mama. Dan ketika mulai dapat menulis, tak jarang mereka akan menempatkan huruf dalam sebuah kata dengan terbalik atau salah menempatkan huruf, misalnya 'kambing' menjadi kmabign atau kamping. Namun, percayalah bahwa ketika kita meminta penjelasan atau meminta anak membacakan apa yang telah ia tuliskan, ia akan mampu untuk menyampaikannya dengan benar. 

Yang jelas, memiliki anak dengan disleksia bukanlah suatu kesalahan atau masalah. Anak disleksia adalah anak istimewa, sama halnya dengan anak-anak yang lain. Anak disleksia hanya memiliki sedikit kesulitan dalam proses membaca atau menghitung. Oleh karena itu, orang tua harus dapat mengetahui dan memahami anaknya serta memastikan anaknya mendapatkan tenaga pengajar yang sesuai untuk menangani masalah disleksia tersebut. (SM)


Sumber referensi: The Little Book of Dyslexia, Joe Beech



No comments:

Powered by Blogger.