Seorang politikus akan sibuk menyuarakan aspirasinya, seorang pemburu berita terus sibuk menggoreskan penanya. Semua mendapatkan porsi dalam konspirasi pembangunan negeri, berbagai fasilitas umum dibangun, ribuan lembar rupiah terkuras setiap menit. Ditambah beragam kritikan antar petinggi negri terus disiarkan di berbagai media massa.
Sungguh epik kisah pembangunan ibu pertiwi, sebab bagi seorang anak kecil di pinggiran jalan, Indonesiaku tetap sama. Indonesia yang dilihatnya hanyalah jalanan berdebu di bawah teriknya matahari, menahan tangis sambil mengais rezeki melalui uluran tangan mereka yang berkendaraan mewah.
Hari ini, seluruh penjuru nusantara bersemangat menyerukan kemerdekaan negeri ini, larut dalam suka cita merah putih. Merdeka!
Namun hati kecil kami terusik menyaksikan euforia 17 Agustus, sungguh disayangkan mereka sering menutup mata untuk melihat potret nyata Indonesiaku, benarkah rakyat negeri ini sudah merdeka? Apakah rakyat membutuhkan kemerdekaan dari kebodohan dan merdeka dari kemiskinan, atau cukup sebatas Indonesiaku yang merdeka dari tangan penjajah? Ya, mungkin saja pemimpinku sedang kesulitan untuk melihat potret nyata pendidikan yang masih memprihatinkan. Terlalu sibuk memikirkan urusan negara yang entah diperuntukkan bagi kepentingan siapa. Kenyataannya sederhana, anak-anak di pinggiran kota masih saja buta aksara, berjuang sendirian untuk bertahan hidup.
Lantas dimanakah kemerdekaan Indonesiaku?

Mungkin benar, pemimpinku saat ini sedang terlalu sibuk sehingga melewatkan nasib pendidikan rakyatnya. Untuk itu kami yang terketuk hati untuk peduli pada pendidikan anak saling menyapa dan bahu-membahu, bergerak bersama untuk turun langsung ke lokasi yang masih membutuhkan bantuan pendidikan. Meski terhitung baru memulai, namun RumputLiar secara konsisten mengadakan kegiatan untuk membantu pendidikan di dua lokasi berbeda setiap minggunya.
Lokasi pertama yang dipilih untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar mingguan adalah Gampong Blangkrueng, Aceh Besar. Program tersebut sudah berjalan hampir dua tahun dan mendapatkan respon positif dari tokoh masyarakat setempat dan orang tua anak.
Lokasi kedua dipilih setelah program mengajar 1 tahun berjalan sukses, sejumlah relawan siap sedia bergabung untuk turun langsung mengajarkan beberapa pelajaran di Gampong Lamanyang, Aceh Besar.
Kedua lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang cukup strategis karena tidak terlalu jauh dari perkotaan, namun kurang mendapat perhatian dari segi pendidikan anak.

"Dalam konteks ke-Aceh-an, 71 tahun Indonesia merdeka dan 11 tahun Perdamaian Aceh, pendidikan di Aceh masih terlihat sangat miris, dimana belum adanya keadilan dalam pemerataan kualitas pendidikan. Sebagai gambaran, di daerah pedesaan pelosok dan terpencil masih terpasang spanduk sekolah bebas biaya bahkan memberikan perlengkapan sekolah bagi murid yang mau mendaftar di sekolah tersebut. Sementara di perkotaan para orang tua berlomba mendaftarkan anak ke sekolah yang biaya perbulannya sangat tinggi.
Jika memang pemerintah, khususnya daerah Aceh beriktikad baik dalam memperbaiki kualitas pendidikan Aceh, maka seharusnya program penyetaraan atau memperkecil kasta sekolah yang ada di kota dan desa bisa dilakukan. Sehingga tercipta kualitas pendidikan A dan B+ di seluruh sekolah hingga pelosok Aceh. Demi generasi Aceh yg lebih baik." opini MR. Satria selaku perintis Komunitas RumputLiar setelah menelusuri potret pendidikan beberapa daerah terpencil di Aceh.

71 Indonesia merdeka, besar harapan kami, ada lebih banyak lagi relawan yang bersedia gotong-royong memperbaiki pendidikan bangsa ini. Demi Indonesia yang lebih baik. [NF].
Kegiatan Belajar-Mengajar di Blangkrueng (Sumber : MR. SATRIA)
Powered by Blogger.